Jakarta, Kominfo Newsroom -- Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyatakan angka penggunaan standar nasional Indonesia (SNI) di Tanah Air masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain, yakni baru mencapai 20% dari total 6.835 SNI.
Kepala BSN Bambang Setiadi di sela-sela seminar nasional Standardisasi di Jakarta, Senin (24/11) mengatakan angka 20% itu merupakan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) 2007 yang diselenggarakan sesuai permohonan instansinya.
'' Angka ini seharusnya meningkat lebih banyak karena di negara lain penggunaannya cukup besar, bisa 50%-60%, bahkan di Jerman mencapai 100%. Kami sedang pelajari kenapa di Jerman itu bisa efisien, setiap standar yang dikeluarkan langsung diaplikasikan,'' katanya.
Bambang menyatakan BSN menghadapi sejumlah kendala dalam mendorong penerapan SNI oleh pelaku industri dan masyarakat mengingat jumlah SNI yang terlalu banyak, yaitu 6.835 standar. Karena itu, pihaknya berencana menarik SNI yang sudah tidak layak.
''Kami sudah sampaikan hal ini kepada Menteri Perindustrian dan nanti dengan Menteri Pekerjaan Umum, harapannya mereka mendukung,'' ujarnya.
Melalui langkah abolisi ini, menurut dia, BSN mengharapkan jumlah SNI dapat dikurangi sehingga lebih terseleksi dan lebih berkualitas. Selain itu, pihaknya akan mendorong instansi pemerintah meningkatkan pemakaian produk ber-SNI dalam pengadaan barang sesuai dengan Keppres No 80 Pasal 40 ayat 3.
''Kalau Keppres ini digunakan sungguh-sungguh, ini akan menandai bangunnya sektor riil. Kami sudah mulai, tahun depan kami akan berusaha sungguh-sungguh, semua pengadaan barang di BSN menggunakan produk ber-SNI,'' jelasnya.
BSN saat ini gencar melakukan sosialisasi mengenai SNI, baik ke pemerintah daerah, universitas, sekolah dasar, hingga terjun ke masyarakat langsung guna memasyarakatkan pemakaian produk ber-SNI. ''Ini semua karena kita harus habis-habisan. Kami harapkan dalam beberapa tahun mendatang angka penggunaan ini dapat meningkat hingga 50%.'' (T.Ys/toeb/c)
Kepala BSN Bambang Setiadi di sela-sela seminar nasional Standardisasi di Jakarta, Senin (24/11) mengatakan angka 20% itu merupakan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) 2007 yang diselenggarakan sesuai permohonan instansinya.
'' Angka ini seharusnya meningkat lebih banyak karena di negara lain penggunaannya cukup besar, bisa 50%-60%, bahkan di Jerman mencapai 100%. Kami sedang pelajari kenapa di Jerman itu bisa efisien, setiap standar yang dikeluarkan langsung diaplikasikan,'' katanya.
Bambang menyatakan BSN menghadapi sejumlah kendala dalam mendorong penerapan SNI oleh pelaku industri dan masyarakat mengingat jumlah SNI yang terlalu banyak, yaitu 6.835 standar. Karena itu, pihaknya berencana menarik SNI yang sudah tidak layak.
''Kami sudah sampaikan hal ini kepada Menteri Perindustrian dan nanti dengan Menteri Pekerjaan Umum, harapannya mereka mendukung,'' ujarnya.
Melalui langkah abolisi ini, menurut dia, BSN mengharapkan jumlah SNI dapat dikurangi sehingga lebih terseleksi dan lebih berkualitas. Selain itu, pihaknya akan mendorong instansi pemerintah meningkatkan pemakaian produk ber-SNI dalam pengadaan barang sesuai dengan Keppres No 80 Pasal 40 ayat 3.
''Kalau Keppres ini digunakan sungguh-sungguh, ini akan menandai bangunnya sektor riil. Kami sudah mulai, tahun depan kami akan berusaha sungguh-sungguh, semua pengadaan barang di BSN menggunakan produk ber-SNI,'' jelasnya.
BSN saat ini gencar melakukan sosialisasi mengenai SNI, baik ke pemerintah daerah, universitas, sekolah dasar, hingga terjun ke masyarakat langsung guna memasyarakatkan pemakaian produk ber-SNI. ''Ini semua karena kita harus habis-habisan. Kami harapkan dalam beberapa tahun mendatang angka penggunaan ini dapat meningkat hingga 50%.'' (T.Ys/toeb/c)