Jakarta, Kominfo Newsroom - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak dibentuk 2004 lalu hingga Oktober 2008 sudah menyelamatkan Rp 500 miliar uang negara, belum termasuk aset-aset yang disita dalam kasus-kasus korupsi.
''Uang yang sudah berhasil kami kembalikan ke negara dalam bentuk tunai sekitar 450 sampai 500 miliar rupiah, belum termasuk aset-aset dalam bentuk rumah, tanah, dan properti-properti lain yang sekarang masih dalam proses pengembalian ke negara,'' kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (9/12).
Menurut Johan Budi, dalam rentang waktu tersebut, KPK telah menyelesaikan sekitar 20 kasus pada 2005, kemudian 25 kasus pada 2006, dan sekarang sekitar 35 kasus lagi yang sedang dalam penyidikan.
Mengenai anggapan masyarakat bahwa KPK ''tebang pilih'' dalam memberantas korupsi, Johan mengatakan, itu bagian dari meningkatnya eksploitasi masyarakat.
Johan menyontohkan, ketika belum ada seorang gubernur yang menjadi tersangka, masyarakat mengeluh tidak ada gubernur yang menjadi tersangka. Namun, ketika ada gubernur yang menjadi tersangka, masyarakat mengkritik KPK takut kepada DPR. Sekarang ketika KPK sudah berhasil mengungkap korupsi di DPR, mereka menuduh KPK takut masuk lingkungan Istana.
Menurut dia, apa yang dilakukan KPK bukan semata karena keinginan masyarakat, tetapi karena memang hasil pemeriksaan dan bukti-buktilah yang membuat seseorang apakah itu gubernur atau anggota DPR menjadi tersangka. ''Nah, kalau nantinya di lingkaran Istana juga ada, kenapa tidak.''
Menanggapi derasnya desakan masyarakat kepada KPK untuk terus memberantas korupsi, maka hari ini lembaga itu mengundang 33 gubernur dari seluruh Indonesia. Mereka diundang mengikuti konferensi nasional pemberantasan korupsi. Dalam acara itu akan dipaparkan mengenai pemberantasan korupsi di masing-masing departemen.
''Jam 15.00 sore nanti akan ada deklarsi oleh seluruh gubernur yang akan dihadiri oleh Ketua KPK, Kapolri, dan Kejagung juga hadir untuk bersama-sama mendeklarasikan tekad kita yaitu memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya,'' kata Johan.
Menurut dia, proses pemberantasan korupsi tidak akan berhenti sampai pada satu titik dan tidak bisa dilihat sebulan atau dua bulan, setahun atau dua tahun karena itu memerlukan proses. (Antara News/id/toeb)
''Uang yang sudah berhasil kami kembalikan ke negara dalam bentuk tunai sekitar 450 sampai 500 miliar rupiah, belum termasuk aset-aset dalam bentuk rumah, tanah, dan properti-properti lain yang sekarang masih dalam proses pengembalian ke negara,'' kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (9/12).
Menurut Johan Budi, dalam rentang waktu tersebut, KPK telah menyelesaikan sekitar 20 kasus pada 2005, kemudian 25 kasus pada 2006, dan sekarang sekitar 35 kasus lagi yang sedang dalam penyidikan.
Mengenai anggapan masyarakat bahwa KPK ''tebang pilih'' dalam memberantas korupsi, Johan mengatakan, itu bagian dari meningkatnya eksploitasi masyarakat.
Johan menyontohkan, ketika belum ada seorang gubernur yang menjadi tersangka, masyarakat mengeluh tidak ada gubernur yang menjadi tersangka. Namun, ketika ada gubernur yang menjadi tersangka, masyarakat mengkritik KPK takut kepada DPR. Sekarang ketika KPK sudah berhasil mengungkap korupsi di DPR, mereka menuduh KPK takut masuk lingkungan Istana.
Menurut dia, apa yang dilakukan KPK bukan semata karena keinginan masyarakat, tetapi karena memang hasil pemeriksaan dan bukti-buktilah yang membuat seseorang apakah itu gubernur atau anggota DPR menjadi tersangka. ''Nah, kalau nantinya di lingkaran Istana juga ada, kenapa tidak.''
Menanggapi derasnya desakan masyarakat kepada KPK untuk terus memberantas korupsi, maka hari ini lembaga itu mengundang 33 gubernur dari seluruh Indonesia. Mereka diundang mengikuti konferensi nasional pemberantasan korupsi. Dalam acara itu akan dipaparkan mengenai pemberantasan korupsi di masing-masing departemen.
''Jam 15.00 sore nanti akan ada deklarsi oleh seluruh gubernur yang akan dihadiri oleh Ketua KPK, Kapolri, dan Kejagung juga hadir untuk bersama-sama mendeklarasikan tekad kita yaitu memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya,'' kata Johan.
Menurut dia, proses pemberantasan korupsi tidak akan berhenti sampai pada satu titik dan tidak bisa dilihat sebulan atau dua bulan, setahun atau dua tahun karena itu memerlukan proses. (Antara News/id/toeb)