Jakarta, Kominfo Newsroom) - Juru bicara Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Saut Situmorang mengatakan, DPRD tidak berwenang dan bisa begitu saja memberhentikan kepala daerah (gubernur) terpilih dengan alasan terlibat praktek politik uang.
Menurutnya, usul pemberhentian Kepala Daerah oleh DPRD harus sesuai dengan UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP No 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah serta menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan dari Mahkamah Agung.
''Tidak benar, kalau ada pandangan yang menyebutkan setiap usulan pemberhentian Kepala Daerah oleh DPRD serta-merta gubernurnya harus berhenti. Tidak bisa begitu, karena ada mekanisme dan prosedur berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,'' katanya di Jakarta, Senin (15/12).
Usulan pemberhentian gubernur oleh DPRD Provinsi sebelumnya harus diputuskan lewat forum sidang paripurna DPRD yang dihadiri minimal tiga per-empat anggota dan disetujui oleh dua per-tiga anggota DPRD yang hadir.
Setelah itu, tambahnya, putusan atau pendapat DPRD itu diajukan ke presiden melalui Mendagri. Presiden kemudian meminta Mahkamah Agung untuk memeriksa dan mengadili substansi tuduhan terhadap gubernur bersangkutan.
''Bila MA menyatakan putusan DPRD itu benar, DPRD kembali harus melakukan sidang paripurna yang dihadiri tiga per-empat anggota dan disetujui dua per-tiga yang hadir. Setelah itu, baru Presiden wajib dalam tiga puluh hari memproses pemberhentiannya. Jadi, ada prosedur pemberhentiannya dan tidak bisa serta-merta keputusan DPRD itu langsung sah,'' ujarnya.
Sebelumnya, DPRD Sulawesi Barat melalui fatwa Mahkamah Agung (MA) No. 139/KM/II/2008 tanggal 12 September 2008 memberhentikan Gubernur Sulbar terpilih Anwar Adnan Saleh. (Az/id/c)
Menurutnya, usul pemberhentian Kepala Daerah oleh DPRD harus sesuai dengan UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP No 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah serta menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan dari Mahkamah Agung.
''Tidak benar, kalau ada pandangan yang menyebutkan setiap usulan pemberhentian Kepala Daerah oleh DPRD serta-merta gubernurnya harus berhenti. Tidak bisa begitu, karena ada mekanisme dan prosedur berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,'' katanya di Jakarta, Senin (15/12).
Usulan pemberhentian gubernur oleh DPRD Provinsi sebelumnya harus diputuskan lewat forum sidang paripurna DPRD yang dihadiri minimal tiga per-empat anggota dan disetujui oleh dua per-tiga anggota DPRD yang hadir.
Setelah itu, tambahnya, putusan atau pendapat DPRD itu diajukan ke presiden melalui Mendagri. Presiden kemudian meminta Mahkamah Agung untuk memeriksa dan mengadili substansi tuduhan terhadap gubernur bersangkutan.
''Bila MA menyatakan putusan DPRD itu benar, DPRD kembali harus melakukan sidang paripurna yang dihadiri tiga per-empat anggota dan disetujui dua per-tiga yang hadir. Setelah itu, baru Presiden wajib dalam tiga puluh hari memproses pemberhentiannya. Jadi, ada prosedur pemberhentiannya dan tidak bisa serta-merta keputusan DPRD itu langsung sah,'' ujarnya.
Sebelumnya, DPRD Sulawesi Barat melalui fatwa Mahkamah Agung (MA) No. 139/KM/II/2008 tanggal 12 September 2008 memberhentikan Gubernur Sulbar terpilih Anwar Adnan Saleh. (Az/id/c)